Halo pembaca setia blog saya,..
Blog yang tidak terupdate selama 2 tahun ini akhirnya kembali. Maaf yaaa, bekerja, mengajar, mengurus bayi besar (baca: suami), dan berjuang untuk negara (baca: Membela Wowi), rupanya memakan waktu yang cukup signifikan dan hampir lupa (terlalu jujur) terhadap blog.
Berikut adalah hasil sedikit pemikiran saya yang kebetulan dimuat di majalah Marketeers, September 2014, seiring dengan perjalanan saya mendukung Pakde Jokowi. Semoga bisa mengobati luka rindu terhadap blog ini :)
====
People Power
Kemenangan
rakyat, atau yang lebih fasih di telinga sekarang, setelah di bahasa Inggriskan
menjadi People Power. Suatu frase yang memiliki perbedaan makna di
perbedaan jaman. Iya, penulis berbicara politik. Politik yang kita kenal
sekarang, berbeda dengan politik yang kita kenal dulu. People Power sekarang
berbeda dengan People Power dulu. Maksudnya?
Seorang
calon Presiden Indonesia, bahkan Soekarno, berangkat dari elit partai. Soekarno
dari dari PNI, Soeharto dan Habibie dari Golkar, Gus Dur dari PKB, Megawati
dari PDIP dan terakhir Soesilo Bambang Yudhoyono dari Partai Demokrat. Pemilu
Presiden pasca reformasi pun baru ‘terasa’ sejak tahun 2004, 2009 dan membuat
Pemilu 2014 ini sebagai Pemilu ketiga kalinya kita bisa memilih langsung.
Dulu kita
melihat bendera, pamflet, flyer, kaos dan berbagai macam atribut partai dominan
dalam menyatakan dukungan. Dulu banyak sekali kampanye yang bersifat
transaksional, mulai dari pembayaran artis ibukota untuk bernyanyi di panggung
keliling, sampai transaksi jual beli suara di daerah.
Dari
perspektif marketingnya, semua masih dalam tahap “enjoyment”. Menikmati musik
yang di panggung, nasi bungkus dan kaos yang dibagikan, sampai “uang transport”
yang diterima. Bersenang-senang, bernyanyi, berorasi dengan mengikuti arahan
yang berjalan seperti di pelatihan militer sampai ruang kuliah. Komunikasi
berjalan satu arah, dimana calon pemilih hanya bisa menyerap informasi,
menerimanya tanpa sanggahan.
Apa yang
terjadi sekarang?
Belum pernah
dalam seumur hidup saya, saya ikut turun ke jalan demi kampanye politik,
menghadiri #Konser2Jari, lengkap dengan atribut kotak-kotak, berfoto,
meneriakan nama Jokowi, bernyanyi Salam 2 Jari, sampai ikut ‘Operasi Semut’
untuk membuang sampah pada tempatnya. Mengajak teman untuk ikut serta hadir pun
bukan hal yang sulit. Seluruh simpul relawan Jokowi berkumpul di Gelora Bung
Karno (GBK), serta ribuan lainnya yang tidak tergabung dalam simpul relawan.
Kami beramai-ramai hadir dengan kendaraan pribadi, tanpa atribut partai, membawa
makanan dan minuman sendiri (mengingat waktu itu adalah bulan puasa). Kami pun
pulang dengan perasaan puas bisa menjadi bagian dari sejarah, membicarakan
betapa ramai dan bangganya kami hadir dalam konser tersebut.
Dari
#Konser2Jari, kami sudah memasuki tahap “experience”. Perasaan bangga, senang,
puas bisa menjadi bagian sejarah, hingga memperluas jaringan merupakan suatu
pengalaman kami untuk yang pertama kalinya sepanjang hidup. Terlalu berharga
untuk di ukur dengan mata uang.
Bersama Edward
Suhadi, kami menyumbang waktu, pikiran dan keringat kami melalui www.60detikaja.com. Menjadi bagian untuk tampil di satu video bersama suami dan ikut
mengajak relawan untuk berpartisipasi merupakan yang saya bisa sumbangkan.
Jangan salah, relawan yang berpartisipasi di video-video tersebut kebanyakan
adalah tokoh masyarakat. Dari selebriti, sutradara, penulis, pengusaha,
YouTuber, sampai karyawan biasa berebut untuk berperan serta, lagi, menjadi
bagian dari sejarah.
Dari
60detikaja.com, kami memasuki tahap “engagement”. Kami, relawan, tanpa harus
disediakan ruang, membuat ruang sendiri untuk berkarya dan berpartisipasi untuk
Jokowi-JK. Disaat media massa terlihat memihak, media sosial memiliki peran
yang luar biasa besar dalam pemilu kali ini. 60detikaja.com menjadi contoh
valid dari pernyataan tadi, yaitu dengan membuat ruang di Youtube. Suatu ruang
yang dari segi biaya relatif rendah dan tersedia bagi siapapun. Dibantu dengan
interaksi para relawan di Twitter, Facebook, Path, Blog & Google+,
60detikaja.com mencapai ratusan ribu views dalam waktu yang sangat singkat.
Para relawan secara aktif menyebarkan link Youtube ini, dengan target untuk
mereka yang masih bingung memilih (swing
& undecided voters). Peer
pressure matters! Secara tidak langsung, dalam lingkungan keluarga, circle
pertemanan di Path, Twitter, Facebook dan media lainnya, terpengaruh. Cara-cara
kampanye positif seperti ini dapat membangkitkan ikatan yang kuat antar relawan
dan kalangan pemilih yang belum punya pilihan.
Saya tidak
sendiri. Saya adalah satu dari jutaan relawan yang mendukung Jokowi. Saya
mempunyai pekerjaan sendiri dan bukan mencari nafkah dengan membantu Jokowi.
Saya bangga bisa berpartisipasi, menjadi bagian dari sejarah, melebihi dengan
hanya mencoblos foto Jokowi-JK di TPS. Inilah People Power yang
sebenarnya. “People” dalam hal ini berarti berdaya, mempunyai peran lebih dari
suara. People kali ini mempunyai gerakan, aksi sampai kontribusi yang
berarti. Sebagai relawan, pada akhirnya kami ingin dikenang bukan karena pandai
mengkritik, tetapi karena berkontribusi. Jokowi-JK menang karena People
Power. Yes, I trully believe that. Do you?
Salam 3 jari!
Nucha Bachri
.jpg)

Halow, salam kenal, Mbak Nucha.
ReplyDeleteNice blog.... Aku minta ijin share artikel ini ke bukuku, Mbak? Buku ttg blusukan di masa depan, prmintaan Gramedia. Email mbak apa, ntar kukirim sampel bukunya. Oya, saya Yanuar, dari Solo Mengajar. Pak Anies cukup kenal SM
Halo mas Yanuar.
DeleteIya monggo mas dishare. Emailku nucha.bachri@yahoo.com.
Ditunggu samplenya. Nuwun :)