Tepat lima hari lagi menjelang
Pemilukada langsung DKI Jakarta yang ke dua kalinya dalam sejarah DKI, setelah
tahun 2007 sebagai tahun pertama dilakukannya Pemilukada langsung yang
dimenangkan oleh pasangan Fauzi Bowo-Prijanto. Konstelasi politik Indonesia
sangat menarik diikuti, terutama yang bersentuhan langsung dengan kita sebagai
warga Jakarta. Walaupun saya bukan pemegang KTP DKI Jakarta, tapi kehidupan
sehari-hari saya berada di Jakarta. Sangat
beruntung teman-teman yang punya KTP DKI, karena inilah saatnya menjadi
pemilih rasional. Ketika pertama kali Pemilukada DKI tahun 2007, mungkin
teman-teman sepantaran saya masih menjadi swing
voters, atau bahkan golput. Kini zaman berubah, di masa transisi demokrasi
kita cenderung menikmati untuk mencari tahu dan berkomentar mengenai berita
politik melalui sosial media. 11 Juli 2012 adalah momentum bagi warga DKI untuk
menentukan pilihan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang logis. Di
kalangan anak muda yang cenderung apatis dan pesimis terhadap politik, perlu
ditumbuhkan semangat optimisme bahwa pilihan kita bisa mengubah politik menjadi
lebih baik. Bosan melihat kaum tua memimpin, bosan dengan isu korupsi di
kalangan elit, bosan dengan janji-janji manis para kandidat, anak muda ingin perubahan!
Perubahan seperti apa yang akan terjadi jika kita masih saja diam dalam
keengganan untuk datang ke TPS? Anak muda jangan terjebak hanya bisa
mengkritisi pemerintah, tanpa mau terlibat dalam prosesnya. Kita boleh mencaci,
mengkritik, atau nge-twit negatif, kalau
kita sudah memilih dan pilihan kita memang tidak perform.
Dua bulan lalu ketika KPUD baru
menetapkan enam calon pasangan Gubernur & Wakil Gubernur DKI Jakarta, saya
sempat buat eksperimen berupa survei kecil-kecilan di kelas politik yang saya
ajar. Pertanyaan yang saya ajukan kepada mahasiswa saya antara lain seputar
tingkat pengenalan mereka terhadap keenam kandidat, tingkat kesukaan mereka
terhadap kandidat, besaran elektabilitas terhadap kandidat jika Pemilukada
dilakukan saat itu, serta harapan mereka terhadap calon Gubernur & Wakil
Gubernur DKI 2012 mendatang. Surprisingly,
dari enam pasang calon Gubernur & Wakil Gubernur DKI, 65% mahasiswa saya
menjawab mereka akan memilih pasangan Jokowi-Ahok jika Pemilukada diadakan saat
itu. Sebagian besar alasan mereka adalah karena figur Jokowi ‘berhasil’
memimpin Solo, seperti yang banyak tersiar di media. Hal ini membuktikan bahwa
tingkat pengenalan, kesukaan dan elektabilitas anak muda dimenangkan oleh tokoh
yang sering muncul di media. Tidak banyak dari para mahasiswa yang memilih
pasangan Alex-Nono, Faisal-Biem, bahkan tidak ada dari mereka yang memilih
Foke-Nara dan Hendardji-Riza. Pendapat mereka tentang Alex-Nono, keberhasilan
Sea Games 2012 di Palembang tidak cukup membuktikan bahwa Alex mampu memimpin
Jakarta, apalagi event besar tersebut
kini dikaitkan dengan isu korupsi. Sementara pasangan Faisal-Biem diragukan
karena bukan berasal dari partai politik. Maklum saja, mahasiswa masih suka
yang mainstream, kandidat yang
diusung partai. Selanjutnya pasangan Foke-Nara, para mahasiswa muda ini mengaku
enggan untuk memilih karena menganggap tidak ada prestasi signifikan yang
dihasilkan Foke selama menjadi Gubernur lima tahun ini. Mereka melihat realita
bencana banjir, kemacetan, transportasi umum dan premanisme yang tidak membaik.
Nah, untuk pasangan Hendarji-Riza, secara spontan mereka bahkan mengakui tidak
mengenal siapa tokoh ini K
Okebay! Beralih pada harapan mereka terhadap Gubernur & Wakil Gubernur yang
nantinya terpilih, anak muda ini menitipkan pesan agar dapat mewujudkan keamanan
Jakarta dari premanisme (terutama dari
ormas-ormas yang mengaku atas nama Islam namun berlaku sebaliknya),
merealisasikan jalur alternatif transportasi agar mengurangi kemacetan dan
membuat inisiasi penanggulangan banjir. Secara sederhana, mereka ingin pemimpin
Jakarta juga memikirkan fasilitas untuk anak muda berolahraga dan
berkreativitas, seperti memberikan sedikit ruang di Jakarta sebagai running track, jalur sepeda dan
fasilitas olahraga atau seni lainnya. Salah satu mahasiswa bilang, “Jakarta
terlalu banyak mall, bikin kita jadi
generasi yang gak kreatif dan manja”.
Terkait dengan Pemilukada DKI
Jakarta ini, saya sepakat dengan pendapat para mahasiswa tersebut, mereka
adalah sebagian kecil dari anak muda yang menginginkan perubahan. Harapan
mereka sederhana, mereka butuh fasilitas sebagaimana layaknya anak muda yang
ingin berkreasi. Kita ingin pemimpin Jakarta yang lebih baik, yang konkrit
dalam bertindak, bukan yang menjual retorika semata. Hal ini saya dapat lihat
dari pasangan Faisal-Biem, pasangan dari jalur alternatif yang sederhana dan
konkrit membangun emotional engagement
dengan warga DKI secara langsung. Visi dan misi yang tidak dikemas dalam
keanggunan retorika, serta branding
kampanye yang tidak berlebihan, membuat pasangan ini layak untuk dipilih.
Walaupun sebelumnya saya memiliki kekhawatiran atas statusnya yang independen
dari partai, apakah ketika Faisal-Biem sudah terpilih, mampu berhadapan dengan
DPRD untuk mengimplementasikan program-programnya? Namun keraguan itu kini berubah
menjadi keyakinan! Setelah melewati proses persyaratan independen yang harus
didukung oleh empat persen warga DKI dan telah diverifikasi, serta biaya
kampanye yang berasal dari ‘patungan’ warga DKI, cukup membuktikan bahwa people’s power does exist. Saya yakin
Faisal-Biem akan bekerja atas dukungan dan pengawalan warga DKI Jakarta.
Kerjasama dan negosiasi dengan DPRD atas nama warga akan menjamin bebasnya
politik transaksional. Seandainya saya punya hak pilih tanggal 11 Juli nanti,
saya tahu siapa yang akan saya pilih. Waktu
untuk berpikir tinggal LIMA hari lagi, mari gunakan hak pilih sebagai warga DKI
Jakarta dengan LIMA menit ke TPS, pastikan coblos nomor LIMA untuk LIMA tahun
berdaya bareng-bareng menuju Jakarta yang lebih baik! J

Topik yang menarik, keep update. -Boncreng
ReplyDeletejudulnya menarik cha, pas baru baca baru ngerti isinya untuk milih no. 5., terus semangat nulis nucha..
ReplyDeletemungkin disaat sistem partai yg masih terlalu konvensional melakukan pendekatannya figur independen perlu "sesuatu" yg bisa beda lagi pendekatannya...btw td siang bagus juga ngisi talkshownya di global :D ...
ReplyDelete